Peraturan Baru THR Beri Perlindungan yang Adil Bagi Pekerja

By Admin

nusakini.com--Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan merupakan peraturan terbaru tentang THR. Peraturan tersebut merupakan amanat Pasal 7 ayat (3) PP No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. 

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang, dalam forum Media Gatering bertajuk "Pengawasan Penerapan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya" di Jakarta, Rabu (15/6). 

Menurut Haiyani, peraturan tersebut juga merevisi Permenaker No. PER.04/MEN/1994 yang materinya sudah tidak sesuai lagi dengan PP No. 78 Tahun 2015. THR sebagai pendapatan non upah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keagamaan bagi pekerja/buruh. 

"THR merupakan kewajiban pengusaha kepada pekerja/buruh yang harus dipenuhi. Semua pekerja/buruh baik yang hubungan kerjanya berdsarkan PKWTT/PKWT berhak atas THR. Namun, dengan ketentuan masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih," ujar Haiyani. 

Ia menambahkan, adanya ketentuan tersebut untuk memberikan perlindungan yang adil bagi seluruh pekerja/buruh yang telah terikat pada hubungan kerja. Hal ini berkaitan dengan perhitungan dan pembayaran upah pada umumnya dilakukan setelah pekerja/buruh bekerja selama 1 bulan. 

"Maka sejalan dengan hal tersebut, hak atas THR diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja minimal 1 bulan secara terus menerus," ujarnya. 

Hari raya keagamaan dalam pengertian THR, lanjut Haiyani, hanya terbatas pada hari raya keagamaan yang telah diatur dalam PP 78/2015. Yaitu hari raya Idul Fitri, hari raya Natal, hari raya Nyepi, hari raya Waisak, dan hari raya Imlek. 

Sedangkan terkait besaran THR, bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih adalah satu bulan upah. Untuk pekerja/buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus namun kurang dari 12 bulan, besaran THR dihitung secara proporsional. 

"Khusus untuk pekerja/buruh PKWT harian lepas, karena perhitungan hari kerjanya tidak sama dengan PKWT pada umumnya, Maka upah 1 bulannya menggunakan perhitungan tersendiri berbeda dengan upah 1 bulan untuk PKWTT maupun PKWT pada umumnya," terang Haiyani. 

Ia menjelaskan, THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Ketentuan ini untuk memberikan kesempatan bagi pekerja/buruh memenuhi kebutuhannya dalam rangka menyambut hari raya keagamaan. 

Pengusaha yang terlambat mebayarkan THR, dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR sejak berakhirnya batas waktu kewajibsn untuk membayar. Denda tersebut dikelola dan digunakan untk kesejahteraan pekerja/buruh, dengan ketentuan diatur dalam peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama. 

Selain denda, pengusaha yang terlambat membayarkan THR atau tidak membayarkan sama sekali juga akan dikenakan sanksi administratif berdasarkan Permenaker No. 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif PP 78/2015 tentang Pengupahan berupa teguran tertulis dan pembatasan kegiatan usaha.(p/ab)